Masterchef Indonesia

Penonton kecewa…huuuu…ya saya doang kali ya, ngga tau juga yg lainnya..hehehe.

Heyya chefs!

Setengah penasaran, setengah ogah-ogahan nontonnya. Entah gw uda terlalu kenyang nonton versi bulenya atau emang mindset “acara yg aslinya dari luar trus dibikin versi lokal pasti cenderung flop” terlalu menggerogoti pikiran gw? Perhaps. Maapkanlah dirikuu-uu-uuu..heheheh.

Let’s have a look at the whys..

  • Kaku banget yah juri-juri cowonya. Terutama chef Juna, okelah dia keras orangnya, tapi kok kaya robot gitu ya gayanya? ngomong patah-patah, 3 kata..mingkem..3 kata berikutnya..mingkem lagi..and so on *gatel sendiri nungguin dia nyelesaiin satu kalimat penuh, hahahahah*.
  • Ketus dalam mengkritik, tapi rasanya, IMHO, kurang membangun. Terlepas dari gaya-gaya juri masterchef di negara lain tu macam apa, bukan berarti yg versi lokal ini musti ikut-ikutan kan? Kalo yang versi US galak, trus yg disini musti ikutan galak? Semua orang juga tau ya kayanya, kritik membangun jauuuuh lebih bagus daripada kritik yg sekedar ngenyek dan cenderung mencela ya.. Butuh contoh?
Juri (J) : Ini kamu maksudnya buat semacam sup begitu bukan?
Peserta (P) : *angguk-angguk*
J : Ini ngga ada rasanya, kaya air kobokan..
P : …
============================
J : *nyamperin peserta yg lagi masak, menu yg harus dimasak adalah Kari Ayam dan Roti Jala* Menurut kamu, waktu yg diberikan ni cukup ngga buat masak semua ini?
P : Hm..kalo mau yg bener-bener resep bumbunya dan berasa enak sih, kurang ya..(she mentioned this in a humbly way)
J : Jadi, menurut kamu yang bikin resep ni salah perhitungan gitu?
P : …
============================
Coba deh, kenapa komen atau nanyanya musti cenderung menyudutkan? ๐Ÿ™‚ abis kritik gitu juga trus ngga dikasi komen/saran yg positif. Gw yg nonton kok sepet bener ya rasanya..
  • Saat para juri diskusi terpisah untuk nentuin siapa yg dieliminasi, salah satu juri ada yg keras banget ngasi feedbacknya *ngga usah sebut nama juga kayanya ketebak deh siapa :P*. Keras, as in bener-bener komentar dia ngga bisa dibantah gitu, dia komen bla blah jebrett..trus pas juri lain kasi masukan dia meninggikan nada suaranya dan secara terang-terangan ngasi gesture “That’s it! Period!” di ujung kalimatnya. WTH man? Situ sukses dan jago..oke, tapi masa orang kasi masukan trus langsung di-cut dan ga dipeduliin lagi?? No respect.
Trus bagusnya apa dong?
Apa ya.. kayanya gw salut sih karena so far ni acara ngga ngandalin polling SMS atau semacamnya yg melibatkan pihak luar buat penilaian, murni komentar juri. Bagus kan? Yang punya acara modalnya berarti oke kan? Hihihihi. Tapi udah, baru segitu doang bagusnya buat gw. Ehm soal pesertanya, sejauh ini masi masuk batas normal aja sih attitude-nya buat gw.
Sayang ya, dengan lineup juri-juri yg sangat not bad sekali, acaranya malah terkesan jadi gitu-gitu aja buat gw, dan segala backsound musiknya yg jeng-jeng-jerengjeeeengg…ganggu iya, dapet momennya ngga..hehehe..too bad. Source.

18 comments

  1. My Super Lounge · May 9, 2011

    Makasih udah me-link artikelku disini ๐Ÿ™‚

    Para peserta khan nggak mungkin dikritik dengan halus, โ€œKamu harus lebih baik dong, saya berharap banget loh kamu majuโ€ atau malah menilai kesalahan peserta secara detail kalau ada kesalahan memasak atau perpaduan bahan / bumbu.

    Menurutku, Sebagai seorang chef, lebih baik apabila orang itu yang belajar sendiri menemukan kesalahannya dari eksperimen sendiri. Entah itu cara masak maupun paduan bumbu.

    Digertak / omongannya cuek hal wajar kok, mereka harus kuat mental dan seharusnya mereka lebih merasakan dorongan, โ€œwah saya nggak boleh salah lagi, saya malu kalau saya salah didepan peserta lain. saya harus lebih baik dan terus berusaha mencari kesalahan saya sendiri dan bereksperimen agar rasa masakan saya dipuji para juriโ€

    • nyumnyun · May 9, 2011

      wahh, yg punya blog hadir..*grogi* hihihi
      hm, soal keras atau ngga-nya sih mmg tergantung personality jurinya juga ya, tapi yg gw tekankan diatas sih lebih ke kurang membangunnya, itu yg gw pribadi rasain sih pas nonton acara ini..hehehe. Kalo soal kritiknya musti detail pa ngga, ya emang sebaiknya ngga terlalu detail juga, nanti malah kesannya dibantuin banget, haha.

      Anyhow, that’s just my 2 cents ๐Ÿ˜‰

  2. My Super Lounge · May 9, 2011

    Tapi Albie meningkat tuh..apalagi habis ketemu keluarga nya. Keliatan banget tuh kemarin kayaknya semangat 45 hehehe…

  3. dindun · May 10, 2011

    hohohoho…. tetep lebih seneng liat junior masterchef-nya australia ๐Ÿ˜€

    • nyumnyun · May 10, 2011

      cannot agree with you more ๐Ÿ˜€

  4. chocky · May 10, 2011

    jadi yg kemaren itu baru episode pertama to mb? gara2 sakit, jadi seharian cuma di atas tempat tidur nontonin TV, nonton deh Masterchef Indonesia ini…

    emang rada kaget pas denger komen : “Ini ngga ada rasanya, kaya air kobokan..” -> lebayyyy!! tuh juri emang pernah nyeruput air kobokan… =))

    • nyumnyun · May 10, 2011

      kalo direspon, “berarti uda perna minum air kobokan dong chef?” gitu gimana ya…hahahah ๐Ÿ˜›

  5. trisko · May 10, 2011

    Jurinya 3 kata mingkem gara-gara kelamaan diluar nagari kali Nyun, jadi tiap mo komen dipikir dulu…ni bahasa Indonesianya apa ya? ^^”

    • nyumnyun · May 10, 2011

      Hahahah oia ya the, dia kan adonan lokal tp loyangnya luar punya *apasih analoginya =))*

  6. Kris · May 14, 2011

    Tapi, 3 koki tersebut emank udh kompeten dan benar2 master dibidangnya.. Klo mnurut gw, wajar aja mereka comment pedes soalnya mereka punya skill tinggi, dibanding orang yang gk punya skill trus kritik pedes (sama aja bullshit)..
    hehehe

    • nyumnyun · May 14, 2011

      Hello Bung Kris,
      Kompeten sih pastinya. Tapi mungkin saya org yg lebih suka kata “hambar” dibanding “air kobokan”. To each their own.. ^^

  7. Kris · May 15, 2011

    Hallo juga ^^
    Ya justru kata “air kobokan” itu yang buat seru.. Kalau saya sih, nonton kompetisi macam gini, lebih suka comment yg pedes2 alias asal omong, timbang comment yg menjaga perasaan orang, kesannya membosankan..
    jadi mungkin masalah personality masing2 orang melihat film.. hehehe

  8. Yama · June 4, 2011

    Setelah membaca tentang profil-profil para juri, jadi tau bahwa mereka cukup berpengalaman *punya restoran sendiri gak ya ?*

    Tapi tetep aja menurut saya para juri-nya kaku (terkadang lebay), oke mereka top chef, tapi apakah pernah masuk TV ? Takutnya demam kamera hihihi

    Jangan-jangan ntar bakal ada Hell’s Kitchen Indonesia ! Alamak ! *tepok jidat*

  9. stanley · September 22, 2012

    Buat Master Chef yang namanya JUNA, anda orangnya sangat sombong. tidak bisa membedakan sebagai juri atau sebagai atasan; alasannya terlalu dibuat-buat, saya jijik melihat sikap anda. sebenarnya acaranya bagus, hanya sayang dikotori dengan Juri seperti anda. tolong diganti aja jurinya!!!

  10. tigakoki · April 30, 2013

    Bagi yang backgroundnya koki, karakter Chef Juna itu hal yang biasa. Dapur restoran adalah tempat dengan pressure yang tinggi, semua orang dituntut perfect hasil kerjanya, baik dari tukang cuci piring, tukang potong ( butcher ), cook helper, koki dan seterusnya harus dinamis sehingga selain menghasilkan makanan yang enak juga harus tepat waktu. Makanan yang terlambat datang walaupun sebenarnya sangat enak menjadi tidak enak karena pelanggan sudah kesal menunggu. Karena pressure yang tinggi maka karakter orang dapur cenderung keras dan memaki maki adalah hal biasa namun kekerasan verbal tidak akan berlanjut seusai jam kerja, tidak akan ada dendam apalagi sakit hati, semuanya normal seusai jam kerja.

    Hanya orang – orang dengan kemauan keras untuk belajarlah yang bisa bertahan, seperti Chef Juna, Ia mulai dari bawah, Ia seperti ingin mengatakan seperti inilah dunia chef, seperti inilah aku dulu dididik, karena itulah aku berhasil, karena didikan yang keras makanya aku bisa sukses, kalian tidak boleh cengeng, saat kalian nanti benar – benar menjadi koki, mungkin akan lebih parah lagi. Mungkin itu pesan yang ingin disampaikan.

    Secara pendidikan cara Chef Juna sudah benar, tapi secara tontonan kurang tepat, karena penontonya jutaan dan sebagian besar tidak mengerti dengan dunia koki. Menurut saya, mungkin akan lebih baik kalau sebulan sekali pesertanya dibawa ke restaurant bergabung dengan staff dapur yang lain, dengan kondisi dan pressure yang sesungguhnya. Sehingga penonton akan tahu kalau memang seperti itulah kondisi dapur restaurant. Selama ini penonton seolah olah disuguhkan sifat Chef Juna yang arogan dan sering menggunakan kekerasan verbal tapi penonton tidak tahu kalau sifat seperti itu sudah biasa di dunia perkokian. Dunia koki tidak mentolerir kesalahan sekecil apapun. Kelihatanya kejam ya? padahal bagi kami biasa aja tuh.

    Salam 3Koki, http://www.3koki.wordpress.com

    • June · April 30, 2013

      Oke deh.. Salam tangguh!! Semoga verbal abuse-nya beneran ga terbiasa terbawa ke kehidupan sehari-hari. *amin*

  11. tigakoki · April 30, 2013

    Amiiin, dikehidupan sehari – hari kami romantis lho hehehe…

    • June · May 1, 2013

      Sipp…

Leave a reply to nyumnyun Cancel reply